Selasa, 10 Mei 2011

KONSEPTUALISASI PENDIDIKAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Pendidikan Islam merupakan salah satu bidang studi yang mendapat banyak perhatian dari ilmuwan, hal ini karena perannya yang amat penting dalam rangka meningkatkaN sumber daya manusia juga karena Pendidikan Agama Islam tedapat berbagai macam permasalahan. Berkenaan dengan itu, kami akak membahas tentang istilah pendidikan Islam dari sudut pandang bahasa dan istilah.
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umunya mengacu pada term Al-Tarbiyah, Al-Ta’dib dan Al-Ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut yang populer adalah term Al-Tarbiyah, sedangkan Al-Ta’dib dan Al-Ta’lim jarang sekali digunakan, istilah manakah yang lebih relevan mencerminkan konsep dan aktivitas pendidikan Islam? Untuk itu, perlu dikemukakan uraian dan analisis terhadap ketiga konsep pendidikan Islam tersebut dengan beberapa argumentasi tersendiri dibeberapap pendapat para ahli pendidikan Islam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep ta’dib dan implikasinya dalam Pendidikan Agama Islam?
2.      Bagaimana konsep ta’lim dan implikasinya dalam Pendidikan Agama Islam?
3.      Bagaimana konsep tarbiyah dan implikasinya dalam Pendidikan Agama Islam?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Al-Ta’dib dan Implikasinya
Istilahta’dib, menurut kamus bahasa arab “al-Mu’jam Al-Wasith”, bias diterjemahkan dengan “Pelatihan atau Pembiasaan”, mempunyai kata dan makna sebagai berikut :
1.    Taidib berasal dari kata dasar “Adaba –ya’dubu”, yang berarti melatih untuk berperilaku yang baik dan sopan santun
2.    Ta’dib berasal dari kata “Adaba-ya’dibu”, yang berarti mengadakan pesta atau penjamuanyang berarti berbuat dan berperilaku sopan.
3.    Kata “Addaba” sebagai bentuk kata kerja ta’dib mengandung pengertian mendidik, melatih memperbaiki, mendisiplin dan member tindakan.[1]
Sedangkan secara terminology menurut Al-Atas Al-Ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan  yang secara berangsur-angsur ditanamkan kedalam manusia tentang tempat-tempat yang tepat bagi segala sesuatu didalam tatanan wujud, sehingga hal ini membimbing kea rah pengenalan dan pengakuan Tuhan didalam tatanan wujud tersebut.[2]
Menurut Muhammad Al-Naquib Al-Attas yang lebih relevan dalam konteks pendidikan Islam adalah Al-Ta’dib, bukan Al-Tarbiyah dan bukan pula Al-Ta’lim, karena mendasarkan dari hadits Rosulullah S.A.W, Riwayat Ibnu Mas’ud :
اان هذا القران مأديةالله فى الارض فتعلموا من مأ دبته
Artinya :
Sesungguhnya Al-Qur’an adalah hidangan allah bagi manusia di atas bumi, maka barang siapa yang mempelajarinya, berarti ia belajar dari hidangannya.” (H.R Ibn Masud)

Dalam artinya yang asli dan mendasar “adaba” berarti “the inviting to a banquest”(undangan kepada suatu pinjaman). Gagasan tentang suatu perjamuan menyiratkan bahwa situan rumah adalah seorang yang mulia, hadirin adalah yang diperkirakan pantas mendapatkan penghormatan  untuk di undang. Oleh karena itu, mereka adalah orang-orang yang bermutu, berpendidikan dan diperkirakan bias menyesuaikan diri, baik tingkah laku maupun keadaannya.[3]
Dari penjelasan di atas, maka penggunaan kata Tarbiyah untuk arti pendidikan sangat ditentang oleh Muhammad Naquib Al-Attas dalam bukunya berjudul konsep pendidikan dalam Islam, lebih lanjut diungkapkan bahwa penggunaan itulah Al-Tarbiyah terlalu luas untuyk mengungkap hakikat dan operasionalisasi pendidikan Islam. Sebab kata Al-Tarbiyah memiliki arti pengasuhan, pemeliharaan dan kasih saying tidak hanya dignakan untuk manusia, akan tetapi juga digunakan untuk melatih dan memelihara binatang atau makhluk Allah lainnya. Oleh karenanya penggunaan istilah Al-Tarbiyah tidak memiliki akar yang kuat dalam khasanah bahasa Arab. Timbulnya istilah ini dalam dunia Islam merupakan terjemahan dari bahasa latin “educatio  atau bahasa Inggris “education”, kedua kata tersebut dalam batan pendidikan Barat lebih banyak menekankan pada aspek pisik dan material. Sementara pendidikan Islam, penekannya tidak hanya aspek tersebut, akan tetapi juga pada aspek psikis dan immaterial. Dengan demikian istilah Al-Ta’dib merupakan term yang paling tepat dalam khazanah bahasa Arab karena mengandung arti ilmu, kearifan, keadilan, kebijaksanaan, pengajaran dan pengasuhan yang baik sehingga makna Al-Tarbiyah dan Al-Ta’lim sudah tercakum dalam term Al-Ta’dib.[4]
Kendatipun demikian, mayoritas ahli kependidikan Islam tampaknya lebh setuju megembangkan istilah tarbiyah (education) dalam merumuskan dan menyusun konsep pendidikan Islam dibandingkan istilah ta’lim dan ta’dib, mengingat cakupannya lebi luas dan istilah tarbiyah sekaligus memuat makna dan maksud yang dikandung istilah ta’lim dan ta’dib. Disamping itu juga karena alasan historis, dimana istilah yang dikembangkan sepanjang sejarah, terutama dinegara-negara yang berbahasa arab bahkan juga di Indonesia ternyata istilah tarbiyah, menyusul kemudian istilah ta’lim  dan jarang sekali istilah ta’dib dipergunakan.[5] Walaupun begitu menurut al-Attas  konsep pendidikan dalam Islam yang paling tepat adalah Al-Ta’dib karena al-Attas menekankan pentingnya pembinaan tatakrama, sopan asntun, adab dan semacamnya atau akhlak yang terpuji yang hanya terdapat dalam istilah al-ta’dib.
Konsekuensi bila tidak dipakainya atau tidak dikembangkannya istilah ta;dib dalam konsep dan aktivitas pendidikan Islam menurut al-Attas akan berpengaruh pada tiga hal penting, Pertama, kebiasaan dan kesalahan dalam ilmu pengetahuan. Kedua, hilangnya adab dalam umat. Ketiga, bangkitnya pemimpin yang tidak memenuhi standar moral, intelektual, dan spiritual yang tinggi.[6] Jadi implikasi dari konsep ta’dib ini lebih ditekankan pada aspek afektif/ Khuluqiyah, yang mana pendidikan Islam mengacu pada jiwa seperti pembinaan tata krtama, sopan santun, adab atau akhlak yang terpuji.

B.     Konsep Al-Ta’lim dan Implikasinya
Istilah lain dari pendidikan adalah Ta’lim, merupakan masdar dari kata ‘allama  yang berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan.[7] Ta’lim secara harfiah artinya memberitahukan sesuatu kepada seseorang yang belum tahu. Dalam perbendaharaan bahasa Arab modern, kata ta’lim dipergunakan dalam pengertian pengajaran.[8]
Menurut Dr. Abdul Fattah Jalal, istilah ta’lim lebih relevan dalam konteks pendidikan Islam. Hal ini berdasarkan pada firman Allah SWT :
!$yJx. $uZù=yör& öNà6Ïù Zwqßu öNà6ZÏiB (#qè=÷Gtƒ öNä3øn=tæ $oYÏG»tƒ#uä öNà6ŠÏj.tãƒur ãNà6ßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur Nä3ßJÏk=yèãƒur $¨B öNs9 (#qçRqä3s? tbqßJn=÷ès? ÇÊÎÊÈ
Artinya : “Sebagaimana (Kami Telah menyempurnakan nikmat kami kepadamu) kami Telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”.(Q.S Al-Baqarah : 151)
$uZ­/u ô]yèö/$#ur öNÎgÏù Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Gtƒ öNÍköŽn=tæ y7ÏG»tƒ#uä ÞOßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur öNÍkŽÏj.tãƒur 4 y7¨RÎ) |MRr& âƒÍyèø9$# ÞOŠÅ3ysø9$# ÇÊËÒÈ
Artinya : “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”Q.S Al-Baqarah : 129)

Islam seperi dicerminkan dalam ayat 151 dan 129 surat Al-Baqarah diatas memandang proses ta’lim lebih universal daripada tarbiyah, sebab katika mengajarkan tilawah Al- Qur’an kepada kaum muslimin, Rosulullah SAW tidak sekedar terbatas pada mengajar mereka membaca, melainkan membaca disertai dengan perenungan tentang pengertian, pemahaman, tanggung jab, dan penanaman amanah. Dari membaca, Rosulullah SAW kemudian membawa mereka kepada tazkiyah yakni mensucikan dan membersihkan diri manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan dapatmenerima al-himah, serta mempelajari segala yang tidak diketahui dan bermanfaat baginya. Kata al-Hikmah berasal dari Al ihkam, yang berarti kesanggupan didalam ilmu, amal, perkataan atau didalam kesemuanya itu.[9]
Jadi, berdasarkan analisis diatas itu Jalal menyimpulkan bahw menurut al-Qur’an ta’lim lebih luas dari tarbiyah, selanjutnya Jalal menjelaskan bahasa ta’lim tidak berhenti pada pengetahuan yang lahiriah, akan tetapi mencakup pengetahuan teoritis, mengulang secara lisan, pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan, perintah untuk melaksanakan pengetahuan dan pedoman untuk berperilaku.
Penunjuk kata ta’lim pada pengertian pendidikan, sesuai dengan firman Allah SWT :
zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ

Selasa, 18 Januari 2011

KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU

KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU

Ayat :
1) $tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts (التّوبة : 122)  
Terjemah :
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. (QS. At-Taubah : 122)[1]
Tafsir (1) :[2]
Dalam ayat ini, Alloh SWT menjelaskan kewajiban menuntut ilmu pengetahuan, cara mendalami ilmu-ilmu agama Islam, yang juga merupakan salah satu cara dan alat dalam berjihad. Menurut ilmu serta mendalami ilmu-ilmu agama, juga merupakan perjuangan yang meminta kesabaran dan pengorbanan tenaga serta harta benda. Peperangan bertujuan untuk mengalahkan musuh-mush Islam serta mengamankan jalan dakwah Islamiyah, sedang menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama bertujuan untuk mencerdaskan umat dan mengembangkan agama Islam, agar dapat diserbarluaskan dan dipahami oleh segala macam lapisan masyarakat.
Dalam ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa tidak perlu semua orang mukmin berangkat ke medan perang, bila peperangan itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saja, tetapi harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat kemedan perang, dan sebagaian lagi bertekun menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam, supaya ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan bermanfaat serta kecerdasan umat Islam dapat ditingkatkan.
Tugas ulama umat Islam adalah untuk mempelajari agamanya, serta mengamalkannya dengan baik, kemudian menyampaikan pengetahuan agama ini kepada yang mengetahuinya. Akan tetapi, tentu saja tidak setiap orang Islam mendapat kesempatan untuk bertekun menuntut dan mendalami ilmu pengetahuan serta mendalami ilmu agama, karena sebagian sibuk dengan tugas di medan perang, diladang, dipabrik, ditoko dan sebagainya. Oleh sebab itu harus ada sebagian dari umat Islam yang menggunakan waktu dan tenaganya untuk menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama, agar kemudian setelah mereka selesai dan kembali kemasyarakat, mereka dapat menyebarkan ilmu tersebut, serta menjalankan dakwah Islamiyah dengan cara atau metode yang baik sehingga mencapai hasil yang lebih baik pula.
Apabila umat Islam telah memahami ajaran-ajaran agamanya, dan telah mengerti hukum halal dan haram, serta perintah dan larangan agama, tentulah mereka akan lebih dapat menjaga diri dari kesesatan dan kemaksiatan, dapat melaksanakan perintah agama dengan baik dan dapat menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian, umat Islam menjadi umat yang baik, sejahtera dunia dan akhirat. Disamping itu perlu diingat, bahwa apabila umat Islam menghadapi peperan besar yang memerlukan tenaga manusia yang banyak, maka dalam hal inilah seluruh umat Islam harus dikerahkan untuk menghadapi musuh. Tetapi apabila peperangan itu sudah selesai, maka masing-masing harus kembali kepada tugas semula, kecuali sejumlah orang yang diberi tugas khusus untuk menjaga keaamanan dan ketertiban, dalam dinas kemiliteran dan kepolisian.
Oleh karena itu, ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu adalah untuk mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan bila ada orang-orang Islam yang menuntut ilmu pengetahuan, hanya untuk mengejar pangkat dan kedudukan atau keuntungan pribadi saja. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin mempunyai tiga macam kewajiban yaitu menuntut ilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang lain.
Menurut pengertian yang tersurat dari ayat ini, kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan disisi Allah adalah dalam bidang ilmu agama. Akan tetapi agama adalah suatu sistem hidup yang mencakup seluruh aspek dan segi kehidupan manusia, setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat mencerdaskan kehidupan mereka, dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama, wajib dipelajari umat Islam diperintahkan Allah untuk memakmurkan bumi ini dan menciptakan kehidupan yang baik. Sedang ilmu pengetahuan adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut, setiap sara yang diperlukan untuk melaksakan kewajiban adalah wajib pula hukumnya.

Tafsir (2) :[3]
Dalam ayat ini menjelaskan, seluruh orang yang beriman diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan masing-masing, baik secara ringan atau secara berat. Maka dengan ayat ini, Tuhan pun menuntut kehendaklah jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan jihad memperdalam ilmu pengetahuan dan pengertian tentang agama. Jika yang pergi ke medah perang itu bertarung nyawa dengan musuh, maka yang tinggal garis dibelakang memperdalam pengertian (fiqh) tentang agama, sebab tidaklah pula kurang penting jihad yang mereka hadapi. Ilmu agama wajib diperdalam dan tidak semua orang akan sanggup mempelajari seluruh agama itu secara ilmiah. Tegasnya adalah bahwa semua golongan itu harus berjihad, turut berjuang. Tetapi Rasulullah kelak membagi tugas mereka masing-masing, ada yang berjihad digaris muka dan ada yang berjihad digaris belakang. Sebab itu maka kelompok kecil yang memperdalam pengetahuan tentang agama itu adalah sebagian daripada jihad juga.
Ayat ini adalah tuntutan yang jelas sekali tentang pembagian pekerjaan didalam melaksanakan suatu perang. Alangkah baiknya keluar dari tiap-tiap golongan itu, yaitu golongan kaum beriman yang besar bilangannya, inti kewajiban dari kelompok yang tertentu memperdalam faham agama itu, yaitu supaya dengan pengetahuan mereka yang lebih dalam, mereka dapat memberikan peringatan atau ancaman kepada kaum mereka sendiri apabila mereka kembali. Ajaran Islam itu mengutamakan akhlak bersamaan dengan ilmu dan bagi seorang ulama Islam, ilmu bukan semata-mata untuk diri sendiri, tetapi juga buat kepemimpinan.
Analisis :
Didalam surat at-Taubah ayat 122 juz 11, dijelaskan bahwa kaum muslimin diwajibkan untuk menuntut ilmu, entah itu ilmu pengetahuan atau ilmu-ilmu agama. Karena Allah memerintahkan kepada kaum muslimin ketika akan berangkat perang hanya sebagian saja dan sebagian yang lain bertekun untuk mendalami, ilmu itu menunjukkan bahwa menuntut itu wajib bagi setiap muslim dan orang-orang yang berjuang dibidang pengetahuan oleh agama Islam disamakan dengan orang-orang yang berjuang di medan perang.
Mengenai surat At-Taubah ayat 122 juz 11, ini antara tafsir (1) dan (2) mempunyai kesamaan yaitu menjelaskan tentang pembagian tugas dimedan perang dan kewajiban dalam menuntut ilmu, jadi kesimpulannya yaitu :
1.      Tidak perlu semua orang mukmin berangkat ke medan perang, tetapi harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berkewajiban untuk berangkat kemedan perang dan sebagian lagi berkewajiban menuntut ilmu.
2.       Allah menuntut untuk berjihad tidak hanya dengan senjata saja tetapi berjihad dengan memperdalam pengetahuan dan pengertian tentang agama.
3.      Sebagian dari kaum muslimin harus ada yang bertekun menuntut ilmu pengetahuan dan agama, agar mereka kemudian dapat menyebarkan ilmu serta menjalankan dakwah dengan baik.
4.      Setiap pribadi muslim harus diberikan tahu tentang ajaran-ajaran dan hukum-hukum agamanya, agar ia dapat menjaga diri dari larangan agama dan dapat melaksanakan perintahnya dengan baik.
5.      Menuntut ilmu itu wajib dan orang yang menuntut ilmu itu sama pahalanya dengan orang yang jihad dimedan perang.

Ayat :
2)  $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz (المجادلة : 11)  



Terjemah :
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadillah : 11)[4]

Tafsir (1) :[5]
Ayat ini menerangkan bahwa jika kamu disuruh Rasulullah SAW berdiri untuk memberikan kesempatan kepada orang tertentu agar ia dapat duduk atau kamu disuruh pergi dahulu hendaknya kamu berdiri atau pergi, karena ia ingin memberikan penghormatan kepada orang-orang itu atau karena ia ingin menyendiri untuk memikirkan urusan-urusan agama atau melaksanakan tugas-tugas yang perlu diselesaikan dengan segara. Berdasarkan ayat ini para ulama berpendapat bahwa orang-orang yang hadir dalam suatu majelis hendaklah mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam majelsi itu atau mematuhi perintah orang-orang yang mengatur majelis itu.
Jika dipelajari maksud ayat diatas ada suatu ketetapan yang ditentukan ayat ini, yaitu agar orang-orang menghadiri suatu ketetapan yang ditentukan ayat ini, yaitu agar orang-orang menghadiri suatu majelis baik yang datang pada waktunya atau yang terlambat itu, selalu menjaga suasana yang baik, penuh yang terdahulu datang hendaklah memenuhi tempat yang ada dimuka sehingga orang yang terdahulu hadir dan bagi orang yang terlambat datang hendaklah merasa rela dengan keadaan yang ditemuinya.
Akhir ayat ini menerangkan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang-orang beriman, yang taat dan patuh kepada-Nya, melaksanakan perintah-perintah-Nya menjauhi-jauhi larangan-Nya, berusaha menciptakan suasana damai, aman dan tentram dalam masyarakat, demikian pula orang-orang yang berilmu yang menggunakan ilmunya untuk menegakkan kalimat Allah. Dari ayat ini dipahami bahwa orang-orang yang mempunyai derajat yang paling tinggi disisi Allah ialah orang beriman, berilmu dan ilmunya itu diamalkan sesuai dengan yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Allah SWT menegaskan bahwa Allah Maha mengetahui semua yang dilakukan manusia, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya, siapa yang durhaka kepada-Nya. Dia akan memberi balasan yang adil, sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya. Perbuatan baik akan dibalas dengan surga dan perbuatan jahat dan terlarang akan dibalas dengan azab neraka.
Tafsir (2) :[6]
Pada awal surat dijelaskan bahwa artinya majlis yaitu duduk bersama. Asal mulanya duduk bersama mengelilingi Nabi karena hendak mendengar ajaran-ajaran dan hikmat yang akan beliau keluarkan Tentu ada yang datang terlebih dahulu, sehingga tempat duduk bersama itu kelihatan lebih sempit. Niscaya karena sempitnya itu, orang yang datang kemudian tidak lagi mendapat tempat, lalu dianjurkan oleh Rasulullah agar yang duduk terlebih dahulu melapangkan tempat bagi yang datang kemudian. Karena yang sempit itu bukan tempat, melainkan hati. Tabiat mementingkan diri pada manusia, sebagai kesan pertama, enggan memberikan tempat kepada yang baru datang itu.
Tetapi kalau yang datang itu kenalan baiknya, akan segera orang itu disuruhnya duduk. Ataupan yang baru datang itu dengan sikap hormat memohon sudilah kiranya memberikan peluang baginya untuk turut duduk, niscaya akan diberinya juga dengan setengah enggan. Tetapi setelah orang yang baru datang itu dapat membuka hatinya dengan sikap yang terbuka, dengan budi bahasanya, dengan senyum manis, akhirnya mereka tidak akan merasa sempit lagi, memang kelihatannya telah sempit.
Begitu pula dalam majelis pengajian dalam masjid atau surau-surau sendiri. Betapapun sempitnya tempat pada anggapan semula, kenyatannya masih bisa dimuat orang lagi. Yang diluar disuruh untuk masuk kedalam, karena tempat masih lebar. Oleh sebab itu maka didalam ayat ini diserulah terlebih dahulu dengan panggilan “orang yang beriman” sebab orang-orang yang beriman itu hatinya lapang, diapun mencintai saudaranya yang terlambat masuk, lanjutnya ayat yang berbunyi, “Niscaya Allah akan melapangkan bagi kamu” artinya, karena hati telah dilapangkan terlebih dahulu menerima teman, hati kedua belah pihak akan sama-sama terbuka. Hati yang terbuka akan memudahkan segala urusan selanjutnya.
Kemudian akhir ayat yang berbunyi “Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat” sambungkan ayat inipun mengandung dua tafsir. Pertama jika seseorang disuruh melapangkan majlis yang berarti melapangkan hati, bahkan dia disuruh berdiri sekalipun lalu memberikan tempatnya kepada orang yang patut didudukan dimuka, janganlah dia berkecil hati, melainkan hendaklah dia berlapang dada. Karena orang berlapang dada itulah kelak yang akan diangkat Allah imanya dan ilmunya. Sehingga derajatnya bertambah naik. Kedua memang ada orang yang diangkat Allah derajatnya lebih tinggi daripada orang kebanyakan, pertama karena imanya, kedua karena ilmunya.
Ujung ayat ada patri ajaran ini. Pokok hidup utama adalah iman dan pokok pengiringnya adalah ilmu. Iman tidak disertai ilmu dapat membawa dirinya terperosok mengerjakan pekerjaan yang disangka menyembuh Allah, padahal mendurhakai Allah, sebaliknya orang yang berilmu saja tidak disertai dengan iman, maka ilmunya itu dapat membahayakan bagi dirinya sendiri ataupun bagi sesama manusia. Ilmu manusia tentang tenaga atom misalnya, alangkah pentingnya ilmu itu, itu kalau disertai iman. Karena dia akan membawa faedah yang besar bagi seluruh perikemanusiaan. Tetapi ilmu itupun dapat dipergunakan orang untuk memusnahkan manusia. Karena jiwanya tidak dikontrol oleh iman kepada Allah.
Analisis :
Hubungan ayat dengan judul yaitu pada awal surat Al-Mujadillah ayat dijelaskan bahwa kita harus bersikap lapang dalam suatu majlis. Apabila ada orang-orang yang menghadiri suatu majlis baik yang datang terlambat atau tidak, kita harus selalu menjaga suasana baik dan penuh persaudaraan dan diakhiri surat Al-Mujadillah ayat 11 ini menjelaskan kedudukan orang yang berilmu, yaitu Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang diberi ilmu. Pada ayat sebelumnya dijelaskan bahwa setiap muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu, dalam menuntut ilmu pasti kita berada pada suatu majlis yang mana didalam majlis itu kita bersama dengan para penuntut ilmu yang lainnya. Jadi agar proses belajar mengajar dalam suatu majlis itu dapat berjalan dengan baik kita harus bersikap lapang sehingga apa yang akan disampaikan oleh guru dapat diterima dengan baik.
Dan Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan. Jadi setiap muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu agar derajatnya oleh Allah ditinggikan. Tetapi kita menuntut ilmu harus dilanadasi dengan iman. Karena ilmu yang tidak dilandasi dengan iman akan membahayakan dirinya dan orang lain. Dan ilmu yang dilandasi dengan iman ia akan dapat melakukan kebaikan dan memanfaatkan ilmunya dengan baik.      

Ayat :
3) n?»yètGsù ª!$# à7Î=yJø9$# ,ysø9$# 3 Ÿwur ö@yf÷ès? Èb#uäöà)ø9$$Î/ `ÏB È@ö6s% br& #Ó|Óø)ムšøs9Î) ¼çmãômur ( @è%ur Éb>§ ÎT÷ŠÎ $VJù=Ïã (طه : 114)  
Terjemah :
Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS. Taha : 114)[7]
Tafsir (1): [8]
Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa dialah yang Maha Tinggi, Maha Besar amat luas ilmu-Nya yang dengan ilmu-Nya itu Dia mengatur segala sesuatu dan membuat peraturan-peraturan yang sesuai dengan kepentingan makhluk-Nya, tidak terkecuali peraturan-peraturan untuk keselamatan dan kebahagiaan umat manusia. Dialah yang mengutus para Nabi dan para Rasul dan menurunkan kitab-kitab suci seperti Zabur, Taurat dan Injil. Dan yang menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW ketika Jibril membacakan kepadanya beberapa ayat yang diturunkan, dia cepat-cepat membacanya kembali pada hal Jibril belum selesai membacanya seluruhnya. Karena takut lupa dan tidak dapat mengingat kembali. Oleh sebab itu Allah melarangnya bertindak seperti itu, Karena Allah menjamin akan memelihara Al-Qur’an dengan sebaik-baiknya, jadi tidak mungkin Nabi Muhammad lupa kalau dia mendengarkan baik-baik lebih dahulu semua ayat yang dibacakan oleh Jibril.
Tafsir (2) :[9]
Dalam akhir ayat 114 ini “Dan katakanlah....” Ya Tuhanku, tambahkanlah bagiku ilmu. Do’a Nabi ini penting sekali artinya. Yaitu bahwasanya disamping wahyu yang dibawa oleh jibril itu, Nabi SAW, pun disuruh selalu berdo’a kepada Tuhan agar untuknya selalu diberi tambahan ilmu, yaitu ilmu-ilmu yang timbul dari karena pengalaman dan karena pergaulan manusia, dari karena memegang pemerintahan, dari karena pemimpin peperangan sehingga disamping wahyu datang juga petunjuk yang lain, seumpama mimpi atau ilham.
Memohon tambahan pengetahuan adalah teladan Nabi yang seyogyanya dituruti oleh taip-tiap umat Muhammad yang beriman, karena ilmu Allah Taála sendiri pun diantaranya ialah ilmu. Kebesaran dan keteraturan alam ini menjadi bukti atas kemahakuasaan Allah dan luas ilmu-Nya meliputi segala. Dengan bertambahnya ilmu kita, bertambah pula yakin kita bahwa yang dapat kita ketahui hanya sejemput kecil saja laksana mutiara yang dihempaskan ombak ke tepi pantai, kita kupas dari dalam lokan dan giwang, sedang yang dalam dasar laut, masih Tuhanlah yang tahu.
Analisis :
Hubungan ayat diatas dengan kewajiban menuntut ilmu yaitu Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab agar mudah dipahami oleh kaum musyirikin Mekah dan agar mereka menerima ajaran-ajarannya serta memperhatikan peringatan dan ancaman yang terkandung didalamnya. Dengan demikian mereka akan menjadi orang-orang yang bertaqwa kepada Tuhan.
Ilmu Allah amatlah banyak dan luas, jadi kita sebagai umat manusia berkewajiban untuk mempelajari wahyu Allah yang didalamnya berisi ajaran-ajaran bagi umat manusia. Dengan bertambahnya ilmu kita, akan membawa kita kepada keimanan. Dan sangat rugi sekali jika ada manusia yang tidak mau menuntut ilmu sebanyak-banyaknya karena Allah telah menurunkamn Al-Qurán yang menjadi pegangan umat manusia dan kita tinggal mempelajari saja makna-makna yang terkandung didalamnya. Dan kita sebaiknya memohon tambahan ilmu pengetahuan agar selama menuntut ilmu kita mendapatkan ilmu yang bermanfaat didunia dan akhirat.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Tafsirnya, Yogyakarta : PT. Dana Bakti Wakaf, 1987
Hamka,Tafsir Al-Azhar, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1984.
Mushaf Al-Qur’an Terjemahan, Jakarta : Al-Huda, 2002.


[1] Mushaf Al-Qur’an Terjemah (Jakarta : Al-Huda, 2002) Juz 11, hal 207.
[2] Al-Qur’an dan Tafsirnya (Yogyakarta : PT. Dana Bakti Wakaf) hal 279-281.
[3] Hamka, Tafsir al-Azhar (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1984), hal 86-91.
[4] Mushaf Al-Qur’an Terjemah, hal 544.
[5] Al-Qur’an dan Tafsirnya, hal 24-27.
[6] Hamka, Tafsir al-Azhar, hal 26-31.
[7] Mushaf, Al-Qur’an Terjemah, hal 320.
[8] Al-Qur’an dan Tafsirnya, hal 216-219.
[9] Hamka, Tafsir al-Azhar, hal 225-228.